Organis Non Katolik, Boleh Gak???

Apakah Organis non katolik boleh mengiringi Perayaan Ekaristi?

Jawaban:
Yang terkasih dalam Kristus,
Bpk/Sdr Tato Tambing
di tempat

Salam dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus,

Terlebih dulu saya ingin mengucapkan terima kasih atas sapaan anda pada kami melalui Komisi Liturgi KWI. Saya juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kalau anda sudah pernah turut melayani perayaan ekaristi.

Saya tidak menemukan alasan untuk menolak kehadiran dan pelayanan dari seorang organis jemaat non katolik dalam perayaan ekaristi di gereja katolik. Tentunya hal ini mensyaratkan sekurang-kurangnya 2 hal.

Pertama, seorang organis dalam perayaan ekaristi seyogyanya mengiringi sesuai dengan ketentuan liturgis gereja katolik, yaitu antara lain:
- Warna musik yang dimainkan sesuai/selaras (bukan warna musik popular atau hiburan)
- Organis menyadari peran alat musik (organ dalam hal ini) adalah sungguh sebagai pengiring, bukan yang mendominasi, sehingga iringan organ yang dimainkan sungguh mengabdi pada lagu, pada kor (jika ada) atau jemaat yang dilayani / diiringi.
Mengenai syarat pertama ini saya rasa Bapak/Sdr sudah cukup memahami, mengingat latar belakang instrumen yang dikuasai adalah pipe organ.

Syarat kedua, tentu diharapkan organis non katolik yang melayani dapat turut menjaga kekhidmatan dan keagungan suasana selama perayaan ekaristi berlangsung. Hal ini saya kira dapat dengan mudah diterima dan dipahami.

Sekiranya anda berkenan dan ingin berdiskusi lebih jauh, silahkan email langsung ke petrus_somba@yahoo.com atau petrussomba15@gmail.com

Demikian jawaban yang bisa saya sampaikan. Sekali lagi terima kasih banyak atas sapaan anda.



Semoga Tuhan memberkati pelayanan kita bersama...

Salam hangat dan hormat,

tertanda

Petrus R. Somba
Ketua Seksi Musik KomLit KWI



Meski dialamatkan ke rm. Harry Singkoh MSC tetapi saya pun pingin ikut nimbrung karena agak mengharukan hatiku. Kedua kubu sama-sama benar dan baik. Yang pertama melihat segi toleransi etc., yang lain melihat segi dokumenter yang mengandaikan otomatis kastulik organisnya. Saya menghubungkan kedua daratan ini dengan jembatan saja ialah: sebaiknya tenaga organis itu adalah tenaga darurat saja, ketika yang katolik sekitar waktu itu lagi tidak ada alias berhalangan.Seperti halnya tugas melayani komuni suci ialah imam, tetapi kalau umat lagi buanyak dan lagi pastornya terganggu kesehatannya maka dibantu oleh asisten imam. Tugas asisten imam bersifat darurat. Ini sekedar perbandingan analogis saja.


Syarat ketiga untuk seorang organis ialah dia memahami arti simbolik dan dinamika ritus dari awal Misa sampai akhir sebab masing-masing ritus memiliki corak dan tuntutan konsekwensinya sendiri bagi cara memainkan organ agar membantu penjiwaan umat pada bagian ritual ybs..





Misa Untuk Menyembah Allah




Kardinal Arinze: ke Misa untuk menyembah Allah

By

shevyn

– November 9, 2011

Kardinal Arinze: Misa bukanlah hiburan

Kardinal Arinze: Misa bukanlah hiburan

Kardinal Arinze: Misa Bukanlah Hiburan

Dalam sebuah wawancara, dia memberikan pandangannya mengenai liturgi

VATIKAN, November 16, 2005 (Zenit.org)

Misa adalah momen refleksi dan perjumpaan dengan Allah, bukan suatu bentuk hiburan, demikian kata Francis Kardinal Arinze.

Dalam sebuah wawancara dengan majalah “Inside the Vatican”, prefek Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Sakramen ini membuat penilaian yang komprehensif dari Sinode Uskup baru-baru ini tentang Ekaristi dan perkembangan dalam praktek liturgi 40 tahun setelah Konsili Vatikan II.

Francis Kardinal Arinze merayakan "Pontifical low mass" -forma ekstraordinaria di Providence, Rhode Island (Sept 2011) Doa di kaki altar

Francis Kardinal Arinze merayakan "Pontifical low mass" -forma ekstraordinaria di Providence, Rhode Island (Sept 2011) Doa di kaki altar

Mengenai “musik dalam liturgi, kita harus mulai dengan mengatakan bahwa musik Gregorian warisan berharga Gereja,” katanya. “Ini harus diteruskan. Tidak seharusnya dibuang. Karena itu jika dalam keuskupan atau negara tertentu, tidak ada yang mendengar musik Gregorian lagi, maka seseorang telah melakukan kesalahan di suatu tempat.”

Namun, “Gereja tidak mengatakan bahwa segala sesuatu harus [memakai] musik Gregorian,” tambahnya. “Ada ruang untuk musik untuk menghormati bahasa, budaya, dan orang-orang. Ada tempat untuk itu juga, dan buku-buku [liturgi] saat ini mengatakan bahwa hal ini adalah kewenangan konferensi para uskup, karena umumnya melampaui batas-batas dari satu keuskupan.”

“Yang ideal adalah bahwa para uskup memiliki komisi musik liturgi yang memperhatikan kata-kata dan musik dari sebuah himne. Dan ketika komisi sekesai, penilaian dibawa ke hadapan uskup untuk persetujuan, atas nama konferensi.”

Apa yang tidak boleh terjadi, tegas kardinal asal Nigeria ini, adalah “individu mengkomposisi apa saja dan [kemudian] menyanyikannya di gereja. Ini tidak benar sama sekali – Tidak peduli seberapa berbakatnya individu itu. [Hal ini] membawa kita pada pertanyaan mengenaai instrumen yang digunakan.

“Gereja lokal harus sadar bahwa ibadah gereja tidak sama dengan kita menyanyi di sebuah bar, atau apa yang kita nyanyikan di sebuah konvensi untuk pemuda. Oleh karena itu, seharusnya mempengaruhi jenis instrumen yang digunakan, jenis musik yang digunakan.”

Kesesuaian

“Aku tidak akan melarang dan mengatakan tidak [atas pemakaian] gitar,” tambah Kardinal Arinze. “Tetapi banyak dari musik gitar mungkin tidak cocok sama sekali untuk Misa. Namun, adalah mungkin untuk memikirkan beberapa musik gitar yang akan cocok, bukan seperti yang biasa kita dengar setiap waktu.”

Francis Kardinal Arinze merayakan "Pontifical low mass" -forma ekstraordinaria di Providence, Rhode Island (Sept 2011)  Elevasi Tubuh Tuhan

Francis Kardinal Arinze merayakan "Pontifical low mass" -forma ekstraordinaria di Providence, Rhode Island (Sept 2011) Elevasi Tubuh Tuhan

“Keputusan tersebut akan diserahkan kepada uskup di daerah. Hal ini lebih bijaksana seperti itu,” jelasnya. “Juga, karena ada instrumen lain di banyak negara yang tidak digunakan di Italia atau di Irlandia, misalnya.

“Orang-orang tidak datang ke Misa supaya dihibur. Mereka datang ke Misa untuk menyembah Allah, untuk berterima kasih padaNya, untuk meminta pengampunan bagi dosa-dosa, dan memohon hal-hal lain yang mereka butuhkan.”

“Ketika mereka ingin hiburan, mereka tahu ke mana harus pergi – aula paroki, teater, dengan asumsi bahwa hiburan mereka dapat diterima dari sudut pandang moral teologis,” tambah kardinal berusia 73, yang tahun 2005 ini merayakan 40 tahun tahbisan uskup nya.

Sinode

Di tengah wawancara, Kardinal Arinze, yang dalam Sinode Uskup baru-baru ini tentang Ekaristi adalah salah satu presiden delegasi, kemudian membuat ringkasan dari peristiwa gerejawi yang mengumpulkan 252 uskup.

Berbicara tentang poin positif dari sinode, kardinal mengatakan, ada banyak: “Memperkuat iman kita dalam Ekaristi Kudus. Tidak ada doktrin baru, tapi kesegaran ekspresi akan iman Ekaristi kita. Dorongan dalam perayaan dalam arti perhatian yang baik, sebuah perayaan yang menunjukkan iman. ”

“Sinode berterima kasih kepada para imam untuk pelayanan mereka dan juga diakon dan orang lain yang membantu di perayaan Misa, dan menggarisbawahi pentingnya adorasi Ekaristi di luar Misa yang memiliki buah dalam Misa itu sendiri karena Misa adalah tindakan adorasi tertinggi,” ia melanjutkan.

“Tapi sakramen tidak selesai setelah Misa,” kata kardinal. “Kristus ada di dalam tabernakel untuk dibawa ke yang sakit, menantikan kunjungan adorasi kita, [menerima] pujian, cinta, [dan] permohonan. Para bapa sinode tidak hanya bicara tentang adorasi – mereka melakukan adorasi, setiap hari. Kristus ditahtakan di monstrans di kapel dekat Aula Sinode, satu jam di pagi hari, satu jam di sore hari. ”

“Sinode itu juga menekankan pentingnya persiapan yang baik untuk Ekaristi Kudus; untuk menerima Komuni,” katanya. “Oleh karena itu, pengakuan dosa, bagi mereka yang berada dalam dosa berat dan dalam dalam hal lain mendorong Sakramen Tobat sebagai cara menumbuhkan kesetiaan kepada Kristus. Dan juga bahwa tidak semua orang sesuai untuk menerima Komuni Kudus, sehingga mereka yang tidak sesuai tidak harus menerima. ”

Pandangan Protestan

 Francis Kardinal Arinze merayakan "Pontifical low mass" -forma ekstraordinaria di Providence, Rhode Island (Sept 2011)  Komuni

Francis Kardinal Arinze merayakan "Pontifical low mass" -forma ekstraordinaria di Providence, Rhode Island (Sept 2011) Komuni

Mengacu pada kecenderungan negatif dalam dunia Barat, kardinal mengungkapkan peningkatan jumlah umat Katolik memiliki “konsep yang lebih Protestan mengenai Ekaristi, melihatnya terutama sebagai simbol.”

Para “bapa sinode mengakui bahwa banyak umat Katolik tidak memiliki iman yang benar dalam kehadiran nyata Kristus dalam Ekaristi Kudus,” katanya. “Ini disebutkan dalam salah satu proposisi juga.”

“Hal ini sangat diakui, sehingga banyak dari para bapa Sinode menyarankan supaya ada tema untuk khotbah-khotbah pada hari Minggu. Melihat bahwa bagi banyak umat Katolik, homili hari Minggu adalah satu-satunya petunjuk agama yang mereka dapatkan dalam seminggu, para bapa sinode menyarankan bahwa empat bidang utama dari iman Katolik harus dicakup oleh homili dalam siklus tiga tahun. ”

Empat bidang iman bersesuaian dengan bagian-bagian dari Katekismus Gereja Katolik.

“Bagian pertama, apa yang kita percaya,” kata Kardinal Arinze. “Bagian kedua, bagaimana kita beribadah, yaitu, sakramen-sakramen. Bagian ketiga, bagaimana kita hidup, hidup di dalam Kristus, [jadi mencakup] hukum moral, Sepuluh Perintah Allah, kehidupan Kristiani; dan bagian keempat, doa.”

Oleh karena itu, “meskipun homili harus pada pembacaan Kitab Suci dan teks-teks liturgi lainnya, beberapa cara harus ditemukan untuk mengcover seluruh area iman Katolik dalam periode tiga tahun karena banyak umat Katolik yang benar-benar tidak tahu tentang hal-hal mendasar. Ini adalah fakta yang tidak bisa menyangkal. ”

Pamer

“Vatikan II membawa banyak hal yang baik tapi semuanya belum positif, dan sinode mengakui bahwa ada bayangan,” demikian Kardinal Arinze.

“Ada sedikit [sikap] abai terhadap Ekaristi Kudus di luar misa,” katanya. “Banyak ketidak-tahuan. Banyak godaan untuk pamer bagi imam yang merayakan misa menghadap umat.”

“Jika dia tidak sangat disiplin ia dengan segera menjadi [seorang] aktor. Dia mungkin tidak menyadarinya, tetapi ia akan mencerminkan dirinya sendiri alih-alih mencerminkan Kristus. Altar yang menghadap umat memang sangat menggoda. Bahkan mereka yang membacakan bacaan pertama dan bacaan kedua dapat bermain taktik kecil yang membuat perhatian tertuju kepada mereka sendiri dan mengalihkan perhatian umat.”

“Jadi memang ada masalah. Namun, beberapa masalah [itu] tidak disebabkan oleh Konsili Vatikan II, tapi disebabkan oleh putera-putera Gereja setelah Vatikan II. Beberapa dari mereka yang berbicara tentang Vatikan II memiliki agenda mereka sendiri. Kita harus waspada terhadap hal demikian, orang-orang yang mendorong agenda mereka sendiri, mengatakan hal itu sebagai ‘semangat Vatikan II.’”

Prefek Vatikan ini kemudian melanjutkan: “Jadi, jika saja orang umat lebih setia terhadap apa yang telah ditetapkan, bukan oleh orang yang hanya ingin membuat hukum untuk orang lain, tetapi berasal dari apa yang kita percaya. ‘Lex orandi, lex credendi’ Adalah iman kita yang mengarahkan kehidupan doa kita, dan jika kita berlutut di depan tabernakel, hal itu karena kita percaya bahwa Yesus yang adalah Allah ada di sana”

Pelanggaran bukanlah hal baru

Bertentangan dengan pemikiran banyak orang, ia berkata, “bahkan ketika ada Misa Tridentine, [juga] ada pelanggaran. Banyak umat Katolik tidak tahu, karena mereka tidak tahu bahasa Latin! Jadi, ketika imam kacau mengucapkan doa, mereka tidak menyadari hal ini.”

“Oleh karena itu, daerah yang paling penting adalah iman dan ketaatan kepada iman itu, dan pembacaan yang setia teks-teks asli, dan terjemahan yang setia, sehingga umat yang merayakan mengetahui bahwa liturgi adalah doa resmi Gereja.”

Kardinal Arinze menyimpulkan bahwa liturgi “bukanlah milik satu individu, sehingga individu tidak [boleh] bermain-main dengan hal itu, tetapi [supaya] berupaya untuk merayakannya sebagaimana diinginkan Bunda Gereja Kudus. Ketika itu terjadi, umat bahagia, mereka merasa dipelihara. Iman mereka tumbuh, iman mereka dikuatkan. Mereka pulang dengan bahagia, dan bersedia kembali Minggu depan.”

sumber: ZENIT

penterjemah: shevyn